Secuil Kehangatan Di Cahaya Bunda
Setiap liburan datang, sementara banyak orang memilih mengejar laut biru atau dinginnya gunung, aku justru menepi ke tempat yang hangat: Cahaya Bunda, lembaga pendidikan anak usia dini dan daycare yang kami dirikan bersama keluarga, sederhana namun penuh makna di Jalan Boncis No. 4, Pulisen, Boyolali.
Bangunan itu tidak megah, tetapi setiap sudutnya menyimpan tawa dan harapan. Cat tembok berwarna pastel yang mulai pudar, gantungan hasil karya anak-anak yang menempel lincah di dinding, dan aroma khas bubur bayi dari dapur kecil di belakang ruang guru menjadi ciri khas yang tidak tergantikan, rumah bagi benih-benih masa depan yang masih kecil, polos, dan haus kasih sayang.
kami sekeluarga mendirikan Cahaya Bunda bukan semata karena pekerjaan, tapi karena panggilan hati. Di tengah kesibukan sebagai pendidik. Setiap kali libur semester atau jeda kegiatan akademik, aku pulang. Tapi pulang bagiku bukan hanya kembali ke rumah, melainkan kembali mengurus, menyentuh, dan menghidupkan lagi denyut lembaga ini.
Hari-hariku selama liburan diisi dengan mempelajari kurikulum, berdiskusi dengan para guru, menata kembali ruang kelas, terkadang menjadi koki memasakkan makan siang dan bahkan turun langsung menjadi pengasuh. Aku sering menemani anak-anak makan siang, menggambar bersama mereka, atau sekadar membacakan buku cerita
Guru-guru di Cahaya Bunda adalah perempuan-perempuan hebat yang penuh dedikasi. Mereka mengajarkanku banyak hal—bahwa pendidikan anak usia dini bukan sekadar soal bermain dan bernyanyi, tapi juga soal mengenali emosi anak, menanamkan nilai, dan membentuk karakter sejak dini. Aku banyak belajar dari mereka, dan aku bersyukur mereka mempercayakan aku untuk tetap menjadi bagian dari ritme lembaga ini, meskipun hanya hadir saat liburan.
Terkadang saat aku sedang bercengkrama adan anak yang berceletuk "Kak, nanti kalau udah gede, aku mau kayak mas rehan punya mainan banyak kayak di sekolah." Kalimat sederhana itu membuatku diam beberapa detik. Ada rasa hangat yang sulit dijelaskan. Aku tersenyum dan menjawab, “Boleh, nanti kalau kamu sudah besar beli mainan sepuasmu.” dalam hatiku sekolah adalah tempat bermain dan belajar yang mengasyikkan bagi mereka
Di saat-saat seperti itulah aku menyadari bahwa apa yang kulakukan bukan sekadar mengelola yayasan. Aku sedang merawat benih. Dan setiap benih memiliki potensi untuk tumbuh menjadi pohon rindang yang memberi naungan bagi banyak jiwa. Cahaya Bunda bukan hanya tempat penitipan anak, bukan hanya taman bermain, tapi tempat di mana karakter, cinta, dan harapan ditumbuhkan bersama.
Sore hari biasanya aku habiskan di halam depan. bersama catatan-catatan harian guru dan rencana pengembangan jangka panjang lembaga sembari melihat anak-anak yang di jemput oleh orang tua mereka sembari tersenyum. Aku tahu, mungkin aku tidak akan selalu ada di sini setiap hari. Tapi aku ingin tempat ini terus hidup terus menjadi ruang tumbuh yang aman dan penuh cinta.
Setiap liburan, aku akan selalu kembali. Bukan karena kewajiban, tapi karena rindu. Rindu pada langkah-langkah kecil yang berlari menyambut pagi, pada suara anak-anak yang menyanyikan lagu "Pelangi-Pelangi" ataupun doa pagi menyambut kehangatan dan semangat mereka, dan pada cahaya yang tak pernah padam di sudut Boyolali ini.
Karena sejatinya, Cahaya Bunda bukan hanya lembaga. Ia adalah bagian dari diriku yang terus tumbuh bersama tawa anak-anak.
Kerenn tulisan nyaa, sukses teruss reyhann dan paud cahaya bunda terus makin sukses kedepannya mendidik anak² menjadi anak yang sukses sholeh & sholeha
ReplyDeleteSuksess teruss, aamiin..
ReplyDelete